Nilai Sebuah Makanan !
Di sebuah kerajaan kecil, ada raja yang mempunyai seorang anak. Anak ini sangat dimanjakan olehnya.
Saat di hadapan raja dan permaisuri, sikap pangeran kecil ini sangat baik dan menyenangkan. Tetapi di belakang itu, sikapnya berubah total 360 derajat.
Karena dia merasa sebagai putera mahkota kerajaan, dia tumbuh menjadi anak yang sombong dan tidak mau menghargai orang lain. Walau dibenci dan dijauhi oleh semua orang, tetapi pangeran kecil ini masih mempunyai satu-satunya sahabat seusia yang setia kepadanya, ia adalah anak laki-laki dari pengasuhnya.
Di suatu hari, pangeran kecil meminta temannya ini untuk menemaninya makan siang di ruang makan istana. Dalam artian adalah, si bocah diminta menunggu dan melihat si pangeran kecil maenyantap makanan dari pojok sebuah ruangan.
Sesaat sebelum makan, pangeran kecil ini terlihat seperti menundukkan kepala seolah sedang memanjatkan doa sebelum makan.
Selesai berdoa, sang pangeran pun mulai melahap segala hidangan yang tersaji di meja makan. Segala jenis makanan dicicipinya satu persatu.
Bahkan sempat beberapa kali, ia hanya mencuil dan menggigit makananannya, lalu memuntahkan dan menyisakan dimeja.
All hasil meja makan menjadi berantakan dan sisa-sisa makanan berserakan di sepanjang meja tersebut.
Sang pangeran sepertinya sedang mengolok-olok temannya yang hanya berdiri diam memandanginya melahap makanan. Bukannnya merasa terhina, si bocah kecil itu malah tersenyum-senyum tipis sejak dari tadi.
Dan malah sang pangeran kecil kini yang menjadi tersinggung! “Hei… apa yang kamu tertawakan? Dari tadi kamu hanya tertawa melihat aku makan. Bahkan saat aku berdoa dan mengucap syukur, kamu juga tertawa bukan?.” Kata si pangeran kecil dengan berani, “Pangeran berdoa dan mengucap syukur sebelum makan tadi. Tetapi kenapa cara pangeran makan dan memperlakukan makanan bisa seperti itu? Sebenarnya untuk apa pangeran berdoa dan bersyukur sebelum makan tadi?”. “Jangan sok tahu kamu! Makananku sangat berlimpah. Aku akan melakukan apa saja terhadap makanan itu!” jawab sang pangeran kecil. “Sekarang ikutu aku ke gudang, aku akan menunjukkan padamu berlimpahnya bahan makanan yang aku punya.”
Kedua sahabat itu pun segera pergi menuju gudang bahan makanan kerajaan. Sesampainya disana, ternyata ada seorang pegawai istana yang sedang menerima pajak beras dari beberapa petani disana.
Maka, si pangeranpun berpura-pura menjadi raja yang terlihat bijak.”Hai…rakyatku.. terima kasih. Bagaimana panen padi saat ini?”.
BANDAR DOMINO ONLINE
“Panen kali ini sangat buruk sekali Pangeran, Sawah ladang kami dihancurkan hama. Kami tidak tahu besok makan apa untuk anak istri kami. Kami hanya bertahan hidup dengan makanan yang sedikit. Jadi, mohon ampuni kami yang hanya mampu mempersembahkan sekantong beras ini pangeran. Beras yang kami persembahkan ini adalah beras terbaik yang kami miliki pangeran.” Ucap Seorang Petani
Mendengar jawaban petani, pangeran kecil pun tersentak dan tersadar. Ternyata rakyatnya sangat menderita dan terancam kelaparan selama ini, sementara dirinya malah membuang-buang makanan yang ternyata sangat berharga.
Karena merasa malu, si pangeran kecil kemudian lari meninggalkan tempat itu. Dan sejak kejadian itu, perlahan-lahan sifatnya telah berubah menjadi pangeran yang lebih sopan dan lebih menghargai orang lain.
Bahkan setiap kali ia hendak makan, ia mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak menyisakan makanan sebutirpun!
Sejak kecil, kita di ajari untuk selalu berdoa dan mengucap syukur atas semua berkat yang diberikan oleh Tuhan. Tetapi perlu diingat kembali, mengucap syukur bukan hanya sekadar berdoa, bukan juga hanya sekadar melaksanakan formalitas!. Tetapi rasa syukur kita harus disertai dengan sikap menghargai dan menghormati orang lain.
Karena sebelum butiran nasi yang kita makan sehari-hari memuaskan dan mengenyangkan perut kita, contohnya, pikirkan betapa banyak kerja dan kegiatan yang mendahuluinya.
Jika kita mampu menghargai arti sebutir nasi serta orang-orang yang menghasilkannya, maka dasar pengertian dan kebijaksanaan itu akan melahirkan sikap mental positif dalam diri kita.
Doa dan rasa syukur harus didasarkan pada perbuatan nyata dan pengertian yang benar mengenai apa yang kita lakukan.
Bila setiap doa yang kita ajarkan kepada anak-anak kita disertai dengan pengertian kebijakan untuk menghargai segala usaha dan jerih payah orang lain, niscaya mereka kelak akan tumbuh menjadi orang-orang dengan budi pekerti yang luhur.
Baca Juga : Teruntuk Nenek Tersayang !
0 Comments: